Oleh Dr. Harfiandri Damanhuri
Dosen Kelautan FPIK dan Pasca UBHAksi Konservasi Dalam Mewujudkan 7 Kawasan Konservasi Sumatera Barat. Empat (4) kawasan konservasi, fokus pada konservasi penyu. Dalam mengembangkan dan mendukung kehadiran jejaring, agar sesama anggota jejaring bisa berkembang dan maju untuk menyelamatkan biota dan kawasan yang dilindungi secara bersama-sama untuk sebuah visi pembangunan berkelanjutan.
Jejaring Kawasan Konservasi ini, akan membuat standar SOP dalam menilai keberadaan ekosistem terumbu karang (coral reef) dan populasi penyu (sea turtle) di Sumatera Barat.
Jejaring akan diperkuat dan saling memperkuat, serta saling mengisi dan berbagi diantara kawasan konservasi penyu dan terumbu karang dengan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) TWP Pieh yang sudah punya SOP dengan pendekatan "pure conservation".
Dari distribusi kawasan konservasi yang dikelola dengan pendekatan ekowisata konservasi, terlihat bahwa kawasan pantai barat Sumatera Barat dapat dan bisa menjadi model konservasi biota dan kawasan yang "ideal" serta keikutsertaan dan partisipasi aktif masyarakat, baik yang berada di dalam kawasan maupun yang berada dekat dengan kawasan konservasi.
Peran perguruan tinggi Universitas Bung Hatta (UBH) dengan pengalaman penelitian terumbu karang yang sudah berjalan sejak 1998, untuk wilayah pantai barat Sumatera Barat.
Sedangkan kegiatan penelitian Terumbu Karang akan terus dilakukan yang dimotori oleh Dr. Suparno, M.Si dengan melibatkan para alumni (Sanari) dan mahasiswa. Sedangkan Harfiandri Damanhuri, terus bergiat dikegiatan penelitian tentang penyu, habitat dan ekosistem terkait serta pengembangan kawasan ekowisata konservasi yang sudah dirintisnya sejak 1999 lalu.
Tentunya jejaring ini tidak bisa tidak bekerja sama, karena sangat terkait dengan posisi kawasan terumbu karang dan pola migrasi biota penyu serta ekosistem terkait lainnya yang tidak dapat dipisahkan secara ekoregion.
Dalam pertemuan yang konstruktif, semua stakeholders yang terkait dengan penyu dan terumbu karang hadir dan antusias menyampaikan saran-saran dan masukan. Hal baru yang muncul pada pertemuan semua kawasan konservasi adalah "new paradigm (paradigma baru) tentang perubahan nama dan fungsi pusat penangkaran penyu menjadi "Pusat Rehabilitasi Penyu" yang didukung oleh tenaga medis seorang dokter hewan dan fasilitas pendukung lainnya.
Dirancang dan diharapkan melalui jejaring, ke depan semua pusat penangkaran secara bertahap akan berubah menjadi "Pusat Rehabilitasi Penyu". Tidak ada lagi pemeliharaan tukik penyu ataupun penyu dewasa, kecuali yang sakit, yang cacat yang dikarantina, karena tertangkap atau luka dengan "logbook" yang terdokumentasi dengan baik.
Tentu perubahan ini melalui proses dan akan diperkuat dengan mengaktifkan fungsi pengawasan dan penindakan, melalui FKKP yang sudah di SK kan oleh Gubernur Sumatera Barat pada 2015.
Pertemuan tadi pagi dilaksankan di Pusat Penangkaran Penyu Pantai Air Manis, UPTD KPSDKP yang difasilitasi oleh PSDKP DKP Sumbar, yang dipimpin oleh Ir. Doni Rahma Saputra, M.Si.
Semoga, salam konservasi untuk sebuah paradigm baru dalam konservasi penyu di Sumatera Barat dan Indonesia. (hd/UBH/5/12/2018)