Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa kearifan lokal artinya nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Salah satu dari kearifan lokal itu adalah tradisi Bacarotai di Nagari Sungai Tanang.
Tradisi Bacarotai atau menangkap ikan bersama-sama dengan alat sederhana dipusatkan di Tabek Gadang (Kolam Besar) milik Nagari Sungai Tanang merupakan warisan turun temurun dari sejak dahulu kala di mulai dari tahun 1950 an. Tabek Gadang (Kolam Besar) yang yang merupakan warisan dari 4 Suku Asli Nagari Sungai Tanang yaitu Suku Simabua, Koto, Sikumbang, dan Pisang. Tabek Gadang (Kolam Besar) Di buat sejak tahun 1901 yang mana suku Simabua, Koto, Sikumbang, dan Pisang. yang merupakan suku asli Nagari Sungai Tanang menyerahkan tanahnya untuk Nagari Sungai Tanang agar di buat suatu Kolam yang besar agar kolam tersebut bisa dimanfaatkan oleh anak cucu di kemudian hari. Hingga saat ini warisan yang diberikan oleh nenek moyang Nagari Sungai Tanang masih tetap terjaga sampai saat sekarang ini.
Tabek Gadang (Kolam Besar) yang merupakan ikon dari Nagari Sungai Tanang telah menjelma menjadi objek pariwisata yang sangat terkenal sebagai objek wisata di daerah kabupaten Agam, karena letaknya yang sangat strategis dipinggiran Kota Bukittinggi menjadikan Nagari Sungai Tanang ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang ingin mencari kesejukan dan ketenangan.
Meskipun di zaman sekarang semakin modernisasi tapi keindahan dan kelestarian dari Nagari Sungai Tanang tetap terus dijaga oleh para masyarakat disana dan tidak lepas pula dari para petinggi-petinggi adat serta instrumen Pemerintahan Nagari yang ada di Sungai Tanang. Salah satu contoh budaya yang selalu dijaga oleh masyarakat Nagari Sungai Tanang adalah tradisi bacarotai.
Tradisi bacarotai adalah menangkap ikan yang ada di Tabek Gadang Nagari Sungai Tanang dengan alat seadanya dan boleh diikuti oleh siapa saja tanpa memandang suku, ras, budaya,agama, serta keturunan. Tradisi bacarotai adalah tradisi yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Nagari Sungai Tanang, tradisi ini dimulai ketika waktu subuh setelah shalat subuh dan ketika semua orang-orang telah siap berkumpul di tepi Tabek Gadang tersebut. Peserta yang ikut berasal dari anak nagari setempat, perantau dan masyarakat dari Nagari lain yang sengaja datang untuk ikut serta. Biasaya tradisi ini selesai ketika hari menjelang zuhur. Setiap peserta carotai bebas membawa tangkapan ikannya dari Tabek Gadang tanpa dipungut biaya sepersenpun. Tradisi bacarotai terakhir kali diadakan pada 30 September 2018. Hal ini jelas membuat tradisi ini masih hangat di telinga masyarakat Nagari Sungai Tanang. Jumlah peserta yang hadir pada tradisi bacarotai sekitar 2 ribu peserta yang ikut memeriahkannya.
Walinagari Sungai Tanang Ferry Nata Kusuma dalam wawancara dengan RRI Indonesia mengatakan animo masyarakat sangat tinggi untuk mengikuti kegiatan bacarotai ini dan jumlah peserta yang ikut sangat banyak serta jumlah ikan yang ada di Tabek Gadang diperkirakan mencapai 3 ton.
Tradisi yang dimulai sekitar tahun 1950 an ini bertujuan untuk menjalin silaturrahmi dan kegembiraan Nagari Sungai Tanang ini akan terus di pertahankan sebagai kearifan lokal dari Nagari Sungai Tanang.
Belajar dari nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi carotai Nagari Sungai Tanang yang sangat memegang nilai kekeluargaan dan sifat gotong royong sangatlah cocok jika dijadikan sebagai upaya pencegah tindak pidana korupsi. Perlu kita ketahui jika kita berbicara mengenai korupsi maka kita berbicara tentang sifat buruk. Jika kita berbicara tentang tindak pidana korupsi maka kita berbicara tentang kegiatan yang merugikan uang negara oleh aparat pemerintah dan merugikan kepentingan umum.
Tradisi bacarotai Nagari Sungai Tanang mengajarkan kita tentang banyak nilai-nilai yang baik untuk dijadikan pedoman hidup bagi semua masyarakat. Oleh karena itu, jika pengetahuan tentang makna yang terkandung dalam tradisi bacarotai ini diterapkan kepada seluruh kalangan masyarakat maka nilai tersebut sangat berarti bagi semua untuk mencegah tindak pidana korupsi.
Pertama, kita melihat bukan dari ketika tradisi nya tapi proses diselenggaraknnya tradisi tersebut, sebelum tradisi carotai bibit ikan yang di lepaskan di Tabek Gadang di biarkan tumbuh dan berkembang sampai besar. Dalam proses menuju besar tersebut ikan yang ada di Tabek Gadang dijaga oleh semua kalangan masyarakat atas perintah petinggi-petinggi adat dan instrumen pemerintahan. Bahkan ikan yang ada di Tabek Gadang juga bukan merupkan ikan larangan, tetapi karena atas perintah dan kesadaran dari dalam diri masyarakat Nagari Sungai Tanang, ikan-ikan yang ada di Nagari Sungai Tanang tetap terjaga. Karena pada prinsipnya para masyarakat Nagari Sungai Tanang mempunyai suatu pikiran yang sama yaitu ikan yang ada Tabek Gadang nantinya akan dinikmati dirinya juga maka dirinya juga yang akan menjaganya. Mulai dari kecil hingga dewasa semua pola pikir mereka sama. Tidak ada pernah ada niatan dalam diri para masyarakat Nagari Sungai Tanang untuk mencuri. Walaupun dia ingin mengambil ikan tersebut malah mereka meminta izin kepada Datuak atau petinggi adat di Nagari Sungai Tanang. Mungkin hal mereka mengambil ikan karena faktor tidak ada makanan yang di makan dirumah, atau ada acara nagari yang ingin diadakan.
Kedua, nilai-nilai yang terkandung ketika tradisi carotai Nagari Sungai Tanang dilaksanakan. Tradisi carotai mengajarkan kita arti kekeluargaan dan gotong royong serta tidak ada pembedaan terhadap suku, ras dan agama. Semua orang boleh menikmati ikan yang ada di Tabek Gadang baik itu dari Nagari tersebut maupun dari luar Nagari. Semua yang ikut bebas mengambil ikan yang ada di Tabek Gadang ketika tradisi carotai ini dilaksanakan tanpa di pungut biaya sepersenpu. Mau orang tersebut bawa ikan itu banyak atau sedikit semua tergantung dari kelihaian dan kepiawaian orang tersebut menangkap ikan. Semua sama ketika mereka berada di dalam Tabek Gadang ketika tradisi bacarotai dilaksanakan. Tidak ada pembeda antara petinggi adat, walingari, bupati, bahkan orang kaya pun semua sama. Nilai dari kekeluargaan dan gotong royong inilah yang kemudian menjadi semngat kebersamaan mereka untuk bersama-sama membangun Nagari yang mereka cinta. Ketika tradisi ini selesai semua badan kotor dipenuhi lumpur dengan raut wajah yang sangat bahgia terpancar dari seluruh peserta yang mengikuti tradisi carotai Nagari Sungai Tanang. (Catatan Muhammad Alvi Syukri )