Oleh; Adel Wahidi
Program Magister Hukum Program Pasca Sarjana Univ Bung Hatta Padang.Abstrak
Tindak Pidana Korupsi (TPK) tidak terjadi secara tiba-tiba, terjadinya TPK adalah buah dari proses dan wujud akhir dari sebuah penyimpangan pelayanan publik. Penyimpangan pelayanan publik disebut dengan maladaministrasi, maladministrasi termasuk prilaku koruptif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan pintu masuk terjadinya TPK. Penelitian ini bertujuan melihat relasi maladminisrasi dan TPK di Indonesia. Metode penelitian ini adalah yuridis-sosiologis (socio-approach). Hasil analisis menunjukkan belum begitu terlihat relasi pengawasan maladministrasi yang dilakukan Ombudsman dan pemberantasan TPK olek KPK, upaya pemberantasan TPK masih bertumpu pada penegakan hukum, bukan pecegahan, atau meminimalisir maladministrasi dengan memperbaiki kualitas pelayanan publik. Ombudsman dan KPK telah menandatangani nota kesepakatan yang berisi tentang kerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.Kata kunci Maladministrasi, Korupsi, Ombudsman,danKPK.Pengantar
Korupsi tidak diragukan lagi sebagai salah satu bentuk kejahatan. Kejahatan ini berdampak pada ketidakpercayaan publik, baik yang dilakukan oleh pejabat publik maupun swasta. Korupsi memberikan dampak negatif bagi berbagai sendi kehidupan, tidak hanya perekonomian, namun juga politik dan dampak sosial masyarakat. Korupsi telah menjadi musuh bersama dan secara global telah disepakati bahwa korupsi sebagai masalah serius yang mengancam stabilitas dan keamanan masyarakat, melemahkan lembaga-lembaga dan nilai demokrasi, nilai etika dan keadilan serta mengancam pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di halaman Kompas.Com pada tanggal 18 Desember 2018 mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 178 kasus korupsi selama 2018 dan yang menarik adalah sepanjang tahun 2018 itu KPK telah menjerat 29 kepala daerah dalam sejumlah kasus dugaan korupsi.
Jika dilihat dari prosesnya, Tindak Pidana Korupsi (TPK) tidak terjadi secara tiba-tiba, terjadinya TPK biasanya adalah buah dari proses dan wujud akhir dari sebuah penyimpangan pelayanan publik, Undang Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI menyebutnya dengan Maladministrasi bentuk bisa perbuatan melawan hukum, mengabaikan kewajiban hukum. Bentuk lainya adalah penundaan berlarut. Penundaan berlarut (undue delay), ketidakpastian syarat, waktu biaya dan prosedur untuk sebuah izin usaha adalah bentuk laten dari TPK, yang sewaktu-waktu bisa bermanifes menjadi TPK, tergantung keadaaan, niat jahat penyelenggara ataupun pelaku usaha. Kasus Meikarta misalnya, awalnya adalah terkait dengan persyaratan izin usaha, tapi berubah menjadi TPK yang melibatkan korparasi besar, dengan nilai suap miliaran rupiah. Begitulah pola sedehana yang menunjukkan bahwa TPK selalu di mulai dengan maladministrasi.
Maladministrasi menjadi entry point terjadinya TPK. Karena itu, Margarito Kamis mengatakan “Korupsi tidak akan pernah habis dengan hanya menegakkan hukum pidana, menindak dan memenjarakan koruptor saja, tanpa memperbaiki kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.” Dalam arti yang lain, tanpa menutup celah atau pintu masuk TPK, celah TPK adalah maladministrasi.Karena itu makalah ini akan membahas Maladministrasi dan Korupsi yang sebenarnya setali mata uang, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mencegah maladninistrasi, memperbaiki kualitas pelayanan publik adalah kegiatan pencegahan TPK itu sendiri.
Metode Penelitian
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis-sosiologis (socio-approach) yaitu pendekatan yang dilakukan melalui perundang-undangan yang ada dan dihubungkan dengan fakta-fakta di lapangan atau dengan fakta terhadap masalah yang dirumuskan.
Organisasi pemerintah jarang melihat hubungan antara manajemen administrasi pelayanan publik dan pencegahan korupsi. Artikel yang ditulis oleh Marlize Palmer dengan judul Records Management And Accountability Versus Corruption, Fraud And Maladministration mampu memberikan tinjauan umum tentang apa yang diperlukan korupsi dan penipuan dan menunjukkan pentingnya manajemen dalam memastikan akuntabilitas dan memberikan perlindungan terhadap korupsi, penipuan, dan maladministrasi.
Sistem manajemen catatan yang baik sangat penting untuk mendukung manajemen keuangan dan akuntabilitas keuangan. Manajemen juga memastikan kemampuan sektor publik berfungsi secara efektif dan memberikan bukti dokumenter untuk membantu memastikan pemerintah yang akuntabel dan transparan.
Manajemen keuangan dan akuntabilitas keuangan biasanya hanya populer dalam perusahaan swasta saja. Padahal menurut Anastasia Suhartati Lukito dalam artikelnya yang berjudul Fostering and enhancing the role of: A prevention way towards corruption eradication in Indonesia peran sektor swasta dalam sistem keuangan dapat dipandang sebagai kebijakan non pidana, yang memiliki dampak besar metodepencegahan untuk memerangi kejahatan ekonomi seperti korupsi. Perspektif baru diperlukan untuk membangun, menyeimbangkan dan mengintegrasikan peran sektor swasta. Sebagai perspektif baru dalam memberantas korupsi, Undang-Undang Indonesia tentang Pemberantasan Korupsi mendorong peran sektor swasta dalam mempromosikan integritas dan tata kelola perusahaan yang baik.
Jika diperhatikan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang lahir, seti¬daknya sejak UU No 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, diikuti lahirnya Peraturan Peme¬rintah (PP) No 96 tahun 2012 tentang Pelayanan Publik dan terakhir Peraturan Pemerintah No 76 tahun 2013 tentang Pengaduan Pelayanan Pub¬lik, maka usaha mempromosikan integritas dan tata kelola layanan perusahaan yang baik sedang terus dilakukan.
Pela¬yanan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah rada-rada mirip akan di buat seperti layanan perbankan. Coba lihat layanan ala bank akan dite¬mukan komponen standar/sarana prasarana pelayanan yang lebih dari cukup. Di dunia perbankan, akan mudah dite¬mukan komponen stan¬dar layanan seperti persya¬ratan layanan, prosedur, informasi biaya dan tarif, waktu penye¬lesaian, saranan prasarana, jaminan kenya¬manan dan keamanan pengguna layanan baik barang maupun jiwa. Sarana komplain pun terbuka baik melalui layanan costu-mer service atau melalui call centre yang terbuka 24 jam.
Hasil dan Kesimpulan
Defenisi maladministrasi di Indonesia tidak dipahami sebatas kesalahan administrasi saja. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 meyebutkan bahwa runga lingkup pelayanan publik tidak hanya sebatas administrasi saja, tapi juga terkait dengan jasa publik dan barang publik. Karena itu secara umum maladministrasi disebut dengan dengan penyimpangan pelayanan publik, berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 menjelaskan bahwa Maladministrasi adalah prilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan pemerintah yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat atau perseorangan.
Hendra Nurtjahjo dalam bukunya “Memahami Maladministrasi, menyebut bentuk maladministrasi yang paling umum meliputi penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, pengabaian kewajiban hukum, tidak transparan, kelalaian, diskriminasi, tidak profesional, ketidakjelasan informasi, tindakan sewenang-wenang, ketidakpastian hukum, salah pengelolaan. Jadi dapat disimpulkan Maladministrasi adalah prilaku koruptif yang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ombudsman melalui Laporan Tahunan 2018 mencatat telah menerima laporan/ pengaduan masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 8.314 laporan, selain Laporan/Pengaduan masyarakat Ombudsman RI juga menindaklanjuti tembusan surat pengaduan sebanyak 1.084. Berdasarkan klasifikasi dugaan maladmnistrasi yang menempati urutan 3 (tiga) terbanyak adalah penundaan berlarut 2.215 laporan (35,33%), penyimpangan prosedur 1.490 (23,76%), dan tidak memberikan pelayanan 1.080 laporan (17,22%).
Sama halnya dengan dengan penilaian kepatuhan Pemerintah Daerah Kementrian dan Lembaga terhadap pelayanan publik yang juga menunjukkan kualitas layanan publik di Tanah Air masih belum sepenuhnya optimal, berdasarkan penilaian Ombudsman kepatuhan mayoritas instansi pusat dan daerah terhadap standar layanan publik masih rendah.
Dari 14 kementerian, 6 lembaga, 22 provinsi, 45 kota, dan 107 kabupaten yang di nilai hasilnya mayoritas nilai kepatuhan masih berada di zona kuning atau sedang. Sebagian berada di zona merah atau tingkat kepatuhan rendah, sedangkan tidak banyak yang berada di zona hijau atau tingkat kepatuhan tinggi.
Jika dipersentasekan pada kategori kementerian, 35,17% di zona hijau, 57,14 di zona kuning, dan 7,14 di zona merah. Kategori lembaga 33,33% di zona hijau, 33,33% di zona kuning, dan 33,33% di zona merah. Sementara untuk kategori pemerintah daerah tingkat provinsi 27,27% ada di zona hijau, 45,45% di zona kuning, dan 27,27 di zona merah.
Kategori kabupaten 12,14% di zona hijau, 42,99% di zona kuning, dan 44,86% di zona merah. Terakhir untuk kategori kota, 33,33% di zona hijau, 48,89% di zona kuning dan 17,78% di zona merah.Laporan penilaian kepatuhan Ombudsman menyebut beberapa tindakan birokrasi yang membuat pelayanan publik buruk, di antaranya pelayanan yang masih diskriminatif, adanya pungutan liar, dan penyalahgunaan kekuasaan. Tindakan yang paling banyakdi temui adalah penundaan berlarut dalam layanan publik.
Dari data tersebut Ombudsman berkesimpulan, Indonesia cenderung fokus pada korupsinya, tapi malaadministrasinya kurang diperhatikan, padahal baik buruknya pelayanan publik berpengaruh pada potensi terjadinya praktik korupsi. Jika pembenahan administrasi dan layanan publik dilakukan maka potensi korupsi pasti berkurang.
Setali mata uang dengan TPK, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2010-2017 terdapat sedikitnya 215 kepala daerah menjadi tersangka kasus korupsi yang ditangani KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Kasus-kasus tersebut terjadi dengan berbagai modus, seperti permainan anggaran proyek, suap pengesahan anggaran, korupsi pengadaan barang dan jasa, suap perizinan, hingga suap penanganan perkara. Angka ini angka yang tinggi dan mengkhawatirkan. Jumlah kasus diatas menggambarkan bahwa demokrasi yang tumbuh-berkembang di negara ini diselimuti persoalan korupsi.
Tumbuhkan kembangnya TPK adalah petanda bahwa pencegahan korupsi melalui pengawasan maladministrasi belum berjalan dengan baik, pemberatasan korupsi tidak dimulai dari “hulu” dengan terlebih dahulu memperbaiki kualitas pelayanan publik.
Kabar baiknya adalah pada tahun 2018, dalam penguatan kerjasama terutama dalam pengawasan maladministrasi dan korupsi Ombudsman dan KPK telah menanda tangani nota kesepahaman yang berisi tentang kerja sama dalam upaya pemberantasan korupsi dan pengawasan penyelenggaraan Pelayanan publik. Dengan adanya kerjasama ini diharapkan kerja pemberantasan TPK tidak hanya bertumpu pada penegakan hukum (litigasi) tapi juga bertumpu pada perbaikan kualitas pelayanan publik dengan meminimalisir Maladministrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Rereference
Adel Wahidi, (2014) Layanan Pemerintah Ala Bank, Koran Harian Haluan, 25 April 2014 h. 7. Antonius Sujata, (2006) Peranan Ombudsman dalam Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi serta Pelaksanaan Pemerintahan yang Baik, Komisi Ombudsman Indonesia. Page 1-9. Anastasia Suhartati Lukito, (2015) "Fostering and enhancing the role of private sector: A prevention way towards corruption eradication in Indonesia", Journal of Financial Crime, Vol. 22 Issue: 4, pp 476-491 www.emeraldinsight.comDasar Hukum Tentang Korupsi Terkait Sektor Bisnis, Komisi Pemberantasan KorupsiHendra Nurtjahjo, dkk, (2013) Memahami Maladministrasi, Ombudsman Republik Indonesia. Marlize Palmer, (2000) "Records management and accountability versus corruption, fraud and maladministration, Records Management Journal, Vol. 10 Issue: 2, pp61 72 www.emeraldinsight.comLaporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2018 Laporan Penilai Kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia Tahun 2018. Panduan Pencegahan Korupsi di Duni Uasaha, 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi