Oleh: Zuhdi Darma
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Bung Hatta
Pandemi Covid-19 sampai saat ini masih belum benar benar berakhir, termasuk di Indonesia. Pertambahan kasus harian di Indonesia yang sempat menyentuh angka ratusan Kembali menunjukkan peningkatan. Berdasarkan laporan Satgas Penanganan Covid-19 yang diperbaharui setiap hari maka pada tanggal 20-6-2022 dilaporkan ada tambahan 1.180 kasus positif COVID-19 di Indonesia. Dengan tambahan tersebut, jumlah total kasus COVID-19 yang ditemukan di Indonesia sejak Maret 2020 hingga hari ini menjadi 6.069.255 kasus.
Ketakutan masyarakat sudah jauh berkurang, boleh dikatakan saat ini kondisi psikologis masyarakat menurut pendapat penulis sebagai seorang praktisi medis sudah sangat tenang, boleh dikatakan sudah sama dengan kondisi sebelum adanya Covid-19. Ini suatu kondisi yang positif, dimana dengan kondisi ini masyarakat sudah bisa melaksanakan lagi aktifitasnya tanpa dibayangi kekhawatiran bahaya Covid-19. Kondisi ini tentu akan berdampak baik kepada kegiatan ekonomi masyarakat.
Penurunan kasus yang terjadi saat ini apakah akan terus berlangsung sampai benar benar kasus Covid-19 hilang?. Melihat trend penurunan yang berlangsung saat ini tentu kondisi Endemi Covid-19 bisa terjadi, tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadi kembali ledakan kasus seperti halnya yang terjadi di China. Setelah penurunan kasus yang sangat cepat kembali terjadi ledakan kasus sehingga beberapa kota kembali Lock Down.
Menghadapi kemungkinan kembali meningkatnya kasus Covid-19 yang dirawat di Rumah Sakit, atau mungkin kasus pandemi penyakit apa saja, selain kesiapan petugas Rumah Sakit baik medis atau para medis dan manajemen rumah sakit, kesiapan peralatan medis rumah sakit dan kesiapan obat obatan rumah sakit ada hal penting lain yang terabaikan selama pandemi Covid-19, yaitu kesiapan psikologis masyarakat, baik itu masyarakat secara umum maupun masyarakat yang terlibat dalam penanganan langsung Covid-19. Kesiapan psikologis masyarakat tentunya diawali dengan pemahaman yang benar tentang suatu penyakit dalam kondisi wabah dan pemahaman yang benar alur penanganan penyakit potensial wabah sehingga bisa ditempatkan secara proporsional siapa melaksanakan apa dan bertanggung jawab terhadap apa.
Bersadarkan hal diatas penulis mencoba mengulas suatu kondisi yang terjadi di Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi pada awal Pandemi Covid 19, dimana kejadian seperti bisa saja terjadi di daerah lain.
Pada awal Covid-19, tepatnya tanggal 7 April 2020 ada berita yang sangat menghebohkan di propinsi Jambi, ramai diberita berita lokal, bahkan media Nasional pun mengulas peristiwa ini. Berita ini adalah tentang seorang pasien Covid-19 yang pulang kerumah walaupun belum sembuh. Kebetulan pasien ini seorang pejabat. Karena kehebohan ini Satgas Covid-19 kembali menjemput dan membawa pasien yang sudah pulang kerumah kembali keruang isolasi RS Raden Mattaher.
Beberapa pemberitaan media ada yang menyalahkan rumah sakit, bahkan ada yang menggerek tagar #gantidirektur, ada yang menyalahkan dokter yang merawat karena ini akan membahayakan masyarakat lain yang akan tertular oleh pasien yang belum dinyatakan sembuh ini. Sehubungan dengan ini coba kita lihat aturan yang ada bagaimana aturan hukum melihat kondisi seperti ini.
Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, pada huruf b dapat dibaca bahwa adalah “hak konsumen untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan”. Berdasarkan yang disampaikan hruf b diatas dapat kita artikan bahwa konsumen dalam hal ini pasien berhak menentukan dan memilih barang dan jasa yang dinginkannya. Perawatan di RS adalah salah satu bentuk Jasa, berupa jasa pelayanan kesehatan sehingga Pasien berhak menentukan apakah dia akan menerima jasa perawatan tersebut atau tidak. Orang lain tidak boleh memaksa seseorang untuk menerima atau menolak jasa pelayanan tersebut.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 yang menyatakan sebagai berikut;
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak untuk menolak atau menerima pelayanan. Huruf c. dan d. menyebutkan sebagai berikut pasien berhak; c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, d) menolak tindakan medis, dapat diartikan bahwa kalau ternyata dari Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada seorang pasien tidak perlu dirawat ( kebutuhan medis) dia berhak untuk tidak dirawat, dan dia berhak menolak untuk dirawat. SOP penanganan Covid-19 yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) ternyata membolehkan pasien COVID-19 dengan gejala ringan–sedang dirawat dirumah dengan syarat syarat tertentu. Pada kondisi pasien di Rumah Sakit Raden Mattaher pasien yang meminta pulang itu adalah pasien yang sudah dinyatakan dalam kondisi penyakit sedang.
Selain itu pasal 32 huruf k) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, juga menjelaskan bahwa pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya, ini memberikan kekuasaan penuh kepada pasien untuk menentukan apakah dia akan menerima atau menolak dirawat disebuah Rumah Sakit.
Berdasarkan uraian aturan perundang undangan diatas sebuah rumah sakit tidak bisa memaksa seorang pasien untuk terus dirawat di rumah sakit sedangkan standar operasional prosedur yang diberlakukan di RS tersebut tidak mengharuskan dia dirawat, apalagi dengan adanya hak hak konsumen dan pasien pada UU perlindungan Konsumen, UUPK, dan UU Rumah Sakit yang memungkinkan seorang pasien untuk menentukan apakah akan menerima atau menolak prosedur medis yang akan diterimanya.
Sekarang timbul pertanyaan, apakah sebuah rumah sakit, dalam artian seluruh elemen yang ada di rumah sakit, mengizinkan pulang seorang pasien Covid 19, sedangkan rumah sakit tahu bahwa pasien ini potensial menularkan kepada orang lain penyakitnya, bisa disalahkan?. Rumah Sakit terikat dengan aturan aturan dan etika seperti yang penulis jelaskan diatas, yaitu Undang Undang Perlindungan Konsumen, Undang Undang Praktek Kedokteran, Undang Undang tentang Rumah Sakit, maka rumah sakit menurt penulis tidak bisa disalahkan. Kalaupun ada aturan lain jelas posisinya dibawah aturan yang disebutkan diatas, karena aturan yang disebutkan adalah Undang Undang. Kalaupun ada aturan lain yang mewajibkan orang tersebut harus dirawat di Rumah Sakit dalam keadaan wabah seperti sekarang ini, bukanlah menjadi beban Rumah Sakit untuk melaksanakan aturan itu, karena seperti kita ketahui dalam mengangani wabah Covid 19 ini ada Satgas sebagai penanggung jawab segala kegiatan penanganan Covid-19 dalam hal ini tugasnya dalah mengoordinasikan dan mengendalikan pelaksanakn kegiatan percepatan penganan Covid-19 ( pasal 6 hruf b Kepres Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Biarkanlah rumah sakit berbuat sesuai dengan aturan aturan yang berlaku di rumah sakit, dan fokus kepada masalah medis pasien. Kalaupun ada peraturan lain yang berlaku berseberangan dengan aturan rumah sakit seharusnya kalau itu sebuah Perda/Pergub maka kewajiban Polisi Pamong prajalah mengawasi pelaksanaannya dan kalau itu sebuah Undang undang maka kewajiban aparat keamananlah buat memastikan itu dilaksanakan.
Kalau pasien Covid 19 sudah dirawat di RS maka seluruh komponen yang terlibat dalam Satgas Covid-19 harus berbuat sesuatu di sehingga bisa dipastikan rumah sakit fokus kepada usaha usaha yang hanya berkaitan dengan perawatan pasien, tekhnis medis sebagai upaya penyembuhan pasien. Jangan rumah sakit dibebankan dengan hal hal yang sebenarnya bukan tugas pokok dan fungsi mereka, dan juga jangan menyalahkan rumah sakit terhadap hal hal yang sebenarnya bukan menjadi tanggung jawab mereka. Contoh dari kasus diatas bahwa pasien dalam kondisi penyakit ringan sedang menurut SOP penanganan Covid-19 bisa dirawat dirumah, tidak ada hak rumah sakit menahan mereka lebih lama dirumah sakit, karena rumah sakit terikat dengan pelaksanaan Undang Undang yang sudah disebutkan diatas. Kalaupun ada peraturan dibawah Undang Undang yang mengharuskan mereka harus tetap dirumah sakit janganlah menjadi beban rumah sakit untuk melaksanakannya, ada peran stake holder lain diluar rumah sakit yang seharusnya bertanggung jawab.
Semoga dalam penanganan Covid-19 selanjutnya, atau penanganan kasus kasus wabah lainnya bisa lebih diperhatikan semua aturan yang berhubungan, sehingga tidak ada pihak pihak yang dirugikan baik itu rumah sakit dengan semua stake holder maupun pasien sebagai konsumen yang membutuhkan jasa pelayanan rumah sakit. ***