Oleh : Ns.Taufik Hidayat,S.Kep
Program Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Hatta
Electroconvulsive Therapy (ECT) yang sering disebut dengan Terapi Kejang Listrik merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dengan prekuensi rendah untuk membangkitkan kejang pada penderita gangguan jiwa. Aliran kejut listrik ini dapat mempengaruhi struktur kimia di otak. Terapi ini terutama bermanfaat untuk terapi gangguan mental yang berat dan tidak menunjukan perbaikan dengan terapi obat-obatan. Walaupun secara faktual terapi kejang listrik menunjukkan manfaat yang signifikan, terapi ini masih menjadi perdebatan dikalangan dakter spesialis jiwa sampai saat ini. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan terapi yang menimbulkan kejang pada pasien sehingga terlihat seperti tidak manusiawi, bahkan sebagian dari masyarakat menganggap terapi ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Melihat dari sejarah penerapan terapi kejang listrik sudah berlansung jauh sebelum terapi psikofarmaka ada. Ide pertama muncul dari pengamatan yang dilakukan oleh Lasdislas J. Meduna terhadap pasien Epilepsi dengan gangguan jiwa. Pasien epilepsi yang mengalami kejang ternyata ada perbaikan prilaku setelah serangan kejang tersebut. Berdasarkan pengamatan itu sehingga dikembangkan terapi pembuatan kejang pada pasien gangguan jiwa. Dengan berjalannya waktu pada tahun 1937 Ugo Cerletti, seorang profesor neuropsikiatri kebangsaan Italia mulai mengembangkan terapi kejang listrik dengan menggunakan arus listrik. Melihat manfaat terapi yang sangat efektif untuk pasien psikiatri maka terapi ini sangat cepat berkembang keseluruh negara di dunia.
Dengan berjalannya waktu dan kemajuan dari dunia kedokteran membuat Terapi Gangguan Jiwa dengan menggunakan ECT sudah mulai dipertanyakan. Banyak RS.Jiwa di Indonesia yang sudah mulai menghentikan penggunaan Terapi Kejang Listrik dan sebagian RS.Jiwa yang lain justru masih mempertahankan terapi kejang listrik sebagai terapi alternatif bagi pasien gangguan jiwa. Perbedaan ini muncul karena efek kejang yang timbul pada pasien sehingga dianggap tidak manusiawi. Namun Sebagian lagi ada pendapat bahwa terapi ECT sangat baik manfaat bagi pasien dengan mengedepankan asas manfaat sehingga dapat mengenyampingkan efek kejang pada pasien. Melihat fenomena diatas dapat kita tarik permasalahan “ Apakah Terapi kejang listrik manusiawi atau tidak?”
Hasil wawancara penulis kepada keluarga pasien yang dirawat di RS.Jiwa Prof.HB.Saanin Padang pada tanggal 24 Oktober 2022, dari 24 orang keluarga yang anggota keluarganya pernah mendapatkan terapi kejang listrik 15 orang (63%) mengatakan terapi kejang listrik tidak manusiawi, 8 orang (33%) mengatakan manusiawi atau dapat diterima dan 1 orang (4%) tidak memberikan komentar. Dari data diatas dapat digambarkan bahwa sebagian besar keluarga pasien masih menilai bahwa Tindakan terapi kejang listrik tidak manusiawi untuk dilakukan.
Hasil wawancara penulis dengan 4 orang perawat di ruangan Unit Perawatan Intensif Psikiatri (UPIP) seluruh perawat mengatakan bahwa Terapi Kejang Listrik sangat bermanfaat bagi pasien tertentu terutama bagi pasien gaduh gelisah yang tidak menunjukkan kemajuan setelah diberikan terapi psikofarmaka. Pasien gaduh gelisah mengalami penurunan dalam mengontrol emosi sehingga beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dengan dilakukannya terapi kejang listrik pasien akan menunjukkan perbaikan emosi dan dapat mengontrol prilaku dengan cepat.
Sementara dari wawancara penulis dengan manajemen rumah sakit saat ini pada RS.Jiwa prof.HB.Saanin Padang terdapat 4 orang dokter spesialis jiwa tetap dan 3 orang dokter spesialis referal. Dari 7 dokter spesialis jiwa hanya 2 orang dokter yang merekomendasikan Terapi Kejang Listrik sementara 6 orang dokter lainnya tidak merekomendasikan Terapi Kejang Listrik katrena reaksi kejang yang ditimbulkan terkesan tidak manusiawi.
Kalau kita tinjau dari arti kata manuasiawi yaitu bersifat manusia. Dalam lingkup yang lebih luas dapat diartikan memberikan perlakuan kepada sesuorang dengan tujuan memanusiakan orang tersebut. Dari kondisi diatas tindakan Terapi Kejang Listrik yang diberikan dapat manusiawi atau tidaknya tergantung dari tujuan terapi itu sendiri dilakukan. Jika tindakan terapi kejang listrik dilakukan sebagai hukuman bagi pasien bisa saja itu dikatakan tidak manusiawi. Dilain pihak jika tindakan tersebut dilakukan dalam upaya menyelamatkan manusia tentu ini masih bersifat manusiawi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa manusiawi atau tidaknya suatu tindakan tergantung dari tujuan tindakan itu sendiri dilakukan.
Berbagai upaya dapat dilakukan agar tindakan terapi kejang listrik dapat dianggap terapi yang lebih manusiawi. Beberapa RS sudah melakukan terapi kejang listrik dengan premedikasi. Terapi Kejang Listrik Premedikasi berarti dengan memberikan obat pelemas otot sebelum terapi itu sendiri dilaksanakan sehingga efek kejang yang timbul lebih minimal dan bahkan bisa hilang sama sekali. Disamping itu juga dapat dilakukan komunikasi yang jelas dengan pasien dan keluarga sebelum tindakan dilakukan sehingga pasien dan keluarga dapat mengetahui apa tujuan dari terapi itu sndiri. Dengan pemahaman dari pasien dan keluarga tentu persepsi keluarga terhadap terapi itu sendiri dapat mengurangi anggapan tidak manusiawi. ***